Faktor Penyebab Ilmu Tauhid

DOWNLOAD FULL TEXT
PDF / WORD


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai agama monotheis (tauhid), Islam mengajarkan untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa, Ilmu Ke-ushuluddin-an seperti tauhid ditempatkan pada posisi yang paling tinggi bahkan itulah yang dijadikan pilar dalam menyelesaikan problematika kehidupan. Pentingnya masalah ke-tauhid-an dalam kehidupan dewasa ini dapat dilihat bagaimana perjuangan Rasulullah Saw. Untuk menegakkan dan memelihara pilar-pilarnya.[1] Keyakinan akan keesaan Allah SWT. merupakan sebuah fitrah manusia. Apabila kita membuka lembaran-lembaran Al-Qur’an, hampir tidak ditemukan ayat-ayat yang membicarakan wujud tuhan. Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa kehadiran Tuhan akan dalam diri setiap insan, dan bahwa hal tersebut merupakan fitrah (bawaan) manusia sejak asal kejadiannya.[2]

Ilmu kalam sebagai ilmu yang berdiri sendiri belum dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW. maupun pada masa sahabat. Akan tetapi baru muncul atau dikenal pada masa berikutnya, setelah banyak orang yang membicarakan persoalan metafisik, Ahmad Hanafi menerangkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya ilmu kalam terbagi menjadi dua, yakni faktor-faktor yang datang dari dalam Islam dan kaum muslimin dan faktor-faktor yang datang dari luar mereka, karena adanya kebudayaan-kebudayaan lain dan agama-agama yang bukan Islam.[3]

Untuk menelusuri dan memahami perkembangan pemikiran umat Islam terutama dalam bidang teologi, pemakalah mencoba menguraikan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya ilmu Tauhid.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik beberapa rumusan masalah, yakni:

1. Bagaimanakah sejarah timbulnya ilmu Tauhid?

2. Apakah faktor dalam (internal) yang menjadi sebab-sebab timbulnya ilmu Tauhid?

3. Apakah faktor luar (eksternal) yang menjadi sebab-sebab timbulnya ilmu Tauhid?

BAB II

PEMBAHASAN



A. Sejarah Timbulnya Ilmu Tauhid

1. Sejarah Timbulnya Ilmu Tauhid Pada Masa Kenabian

Sejarah menunjukkan, bahwa pemahaman manusia terhadap Ilmu Tauhid itu sudah tua sekali, yaitu sejak diutusnya Nabi Adam. Dalam Al-Qur’an sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Anbiya’: 25,

وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِيٓ إِلَيۡهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ ٢٥ 

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”[4]

Dari dua sumber (Al-Qur’an dan Hadits) pada masa Rasulullah tidak ada yang mempermasalahkan aqidah. Nabi SAW pun selalu berusaha menjauhkan mereka dari kemungkinan yang dapat mendatangkan perselisihan dan perpecahan umma.[5]

2. Sejarah Timbulnya Ilmu Tauhid Pasca Kenabian

Menurut Sahilun, teologi Islam atau ilmu kalam dikenal sebagai ilmu keislaman yang berdiri sendiri, yakni pada masa Khalifah al-Makmun (813-833 M) dari bani Abbasiyah. Sebelum itu pembahasan terhadap kepercayaan Islam disebut al-fiqhu fi al-ddin sebagai imbangan dari al-fiqhu fi al-‘ilmi.[6] Biasannya mereka menyebutkan al-fiqhi fiddiniafdhalu minal fiqhi fil ‘ilmi, ilmu aqidah lebih baik dari ilmu hukum.

Menurut Harun Nasution, kemunculan persoalan kalam dalam Islam dipicu oleh persoalan politik[7] yang menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang berujung pada penolakan Mu’awiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Ketegangan antara Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib berujung pada peristiwa perang Shiffin yang menghasilkan keputusan tahkim (arbitrase).[8]

Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr bin al-Ash, delegasi dari pihak Muawiyah dalam tahkim, sungguhpun dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian tentaranya. Mereka berpendapat bahwa persoalan yang terjadi saat itu tidak dapat diputuskan melalui tahkim. Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an. La hukma illa lillah (tidak ada hukum selain dari hukum Allah) atau la hukma illa Allah (tidak ada perantara selain Allah) menjadi semboyannya. Mereka memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah sehingga mereka meninggalkan barisannya. Dalam sejarah Islam, sikap kelompok yang keluar dari barisan Ali tersebut dikenal dengan nama khawarij, yaitu mereka yang keluar dan memisahkan diri atau secerders.[9]

Di luar pasukan yang keluar dari barisan Ali, ada pula sebagian besar yang tetap mendukung Ali. Mereka inilah yang kemudian menamakan diri kelompok Syi’ah. Menurut Watt, Syi’ah muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah itu. Ketika Ali menerima arbitrase yang ditawarkan Mu’awiyah, pasukan Ali terpecah menjadi dua, yaitu satu kelompok mendukung sikap Ali yang kemudian dikenal dengan kelompok Syi’ah, dan kelompok lain yang menolak sikap Ali, yang dikenal dengan kelompok Khawarij.[10]

Dari sanalah, persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir; siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap dalam Islam. Khawarij, sebagaimana yang telah disebutkan, memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Mu’awiyah, Amr bin al-Ash, Abu Musa al-Asy’ari, adalah kafir berdasarkan firman Allah pada Q.S al-Maidah: 44.[11] Yang berbunyi :



إِنَّآ أَنزَلۡنَا ٱلتَّوۡرَىٰةَ فِيهَا هُدٗى وَنُورٞۚ يَحۡكُمُ بِهَا ٱلنَّبِيُّونَ ٱلَّذِينَ أَسۡلَمُواْ لِلَّذِينَ هَادُواْ وَٱلرَّبَّٰنِيُّونَ وَٱلۡأَحۡبَارُ بِمَا ٱسۡتُحۡفِظُواْ مِن كِتَٰبِ ٱللَّهِ وَكَانُواْ عَلَيۡهِ شُهَدَآءَۚ فَلَا تَخۡشَوُاْ ٱلنَّاسَ وَٱخۡشَوۡنِ وَلَا تَشۡتَرُواْ بِ‍َٔايَٰتِي ثَمَنٗا قَلِيلٗاۚ وَمَن لَّمۡ يَحۡكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ ٤٤ 

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. QS Al Maidah : 44.[12]

B. Faktor Internal yang Menjadi Sebab-Sebab Timbulnya Ilmu Tauhid

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam, berikut ini adalah faktor yang dikemukakan oleh beberapa tokoh, yakni:

1. Hasbie ash-Shiddieqy beliau menyebutkan beberapa alasan, yakni:

a. Problematika yang diperselisihkan sehingga menyebabkan umat Islam terpecah ke dalam beberapa golongan,

b. Materi-materi ilmu kalam tidak ada yang diwujudkan dalam kenyataan atau diamalkan dengan anggota,

c. Dalam menerangkan cara atau jalan menetapkan dalil pokok-pokok akidah serupa dengan mantiq,

d. Ulama-ulama muta’akhirin membicarakan dalam ilmu ini hal-hal yang tidak dibicarakan oleh ulama salaf, seperti penakwilan ayat-ayat mutashabihat, pengertian qadha, kalam, dan lain lain.[13]



2. Ahmad Hanafi, beliau menjelaskan faktor-faktor dari dalam, yakni:

a. Al-Qur’an sendiri mengajak kepada tauhid dan kenabian, dan juga golongan-golongan tentang kepercayaan tauhid.

b. Ketika kaum muslim selesai membuka negeri-negeri baru untuk masuk Islam, dan mulai muncul persoalan agama dan berusaha menjawabnya.

c. Persoalan-persoalan politik.[14]



3. Ahmad Amin dalam bukunya Dhuha al-Islam menjelaskan beberapa faktor internal, yakni:

a. Al-Qur’an

Al-Qur’an selain mengajarkan untuk mengesakan Tuhan dan membenarkan keutusan Nabi Muhammad SAW, dalam bidang aqidah menghidangkan bantahan terhadap orang yang mengingkari adanya Tuhan. Selain itu, terdapat ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat, serta tidak sedikit mendorong ummat manusia agar dengan akal pikirannya mau memikirkan nikmat, hikmat dan kesempurnaan segala ciptaan-Nya (A. Amin, 1965: 1-2).

b. Kaum Muslimin

Pada awalnya agama hanyalah kepercayaan yang kuat tanpa mengadakan penyelidikan. Kemudian datang masa penyelidikan dan membicarakan persoalan agama secara filosofis. Datang pula orang-orang yang mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an di sekitar ijbar dan ikhtiyar. Oleh karena itu, timbullah perbedaan dan perselisihan paham di antara mereka dan dari yang demikian inilah yang merupakan faktor bagi timbulnya Ilmu Kalam (A. Amin, 1965: 2-3).

c. Masalah politik[15]

Saat beliau (nabi Muhammad SAW) wafat di tahun 632 M. daerah kekuasaan Madinah bukan hanya terbatas pada kota itu saja, tetapi boleh dikatakan meliputi seluruh semenanjung Arabia. Negara Islam di waktu itu seperti digambarkan oleh W.M. Watt, telah merupakan kumpulan suku-suku bangsa Arab, yang mengikat tali persekutuan dengan (nabi) Muhammad (SAW) dalam berbagai bentuk, dengan masyarakat Madinah dan mungkin juga masyarakat Mekkah sebagai intinya.[16]

Jadi tidak mengherankan kalau masyarakat Madinah pada waktu wafatnya nabi Muhammad SAW. Sibuk memikirkan pengganti beliau untuk mengepalai negara yang baru lahir itu, sehingga penguburan Nabi merupakan soal kedua bagi mereka. Timbullah soal khilafah, soal pengganti Nabi sebagai kepala Negara. Sebagi Nabi atau Rasul, Nabi tentu tidak dapat digantikan.[17]

Dalam politik, awalnya persoalan dalam penggantian Nabi SAW sebagai “kepala negara” setelah wafat. Masalah ini diawali dengan fitnah kubra dengan terbunuhnya Utsman Bin Affan yang menjadi malapetaka besar bagi ummat Islam. Ummat Islam mulai terpecah belah secara politis menjadi beberapa sekte, kemudian merambat aspek ideologi hingga merambat bidang aqidah. Timbullah problema siapa yang kafir siapa yang bukan kafir (Mu’min). Akhirnya melahirkan beberapa golongan dan aliran yang masing-masing mempunyai paham dan keyakinan berbeda.

Dalam masalah internal asal mula timbulnya Ilmu Kalam yang terjadi dalam tubuh Islam sendiri, yaitu ajakan dan bantahan dalam Al-Qur’an, kondisi kaum muslimin yang berusaha membahas ayat-ayat ijbar dan ikhtiyar dan di bidang konstitusi khususnya dalam hal sistem khalifah (politik).

C. Faktor Eksternal yang Menjadi Sebab-Sebab Timbulnya Ilmu Tauhid

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar, berikut ini adalah faktor yang dikemukakan oleh beberapa tokoh, yakni:

1. Ahmad Hanafi, beliau menjelaskan faktor-faktor dari luar Islam dan kaum Muslimin, yakni:

a. Banyak di antara pemeluk-pemeluk Islam yang mula-mula beragama Yahudi, Masehi, dan lain lain, apalagi sudah menjadi ulama’, kemudian masuk Islam.

b. Golongan Islam yang dulu, terutama golongan Mu’tazilah, memusatkan perhatiannya untuk penyiaran Islam dan membantah alasan-alasan mereka yang memusuhi Islam.

c. Para mutakallimin hendak mengimbangi lawan-lawannya yang menggunakan filsafat, maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsafat, terutama segi Ketuhanan.[18] Ilmu Kalam disebut sebagai ilmu yang berdiri sendiri yaitu pada masa Daulah Bani Abbasiyah di bawah pimpinan khalifah al-Ma’mun, yang dipelopori oleh dua orang tokoh Islam yaitu Abu Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi. Di sisi lain, menurut As-Syihristani bahwa ulama-ulama Mu’tazilah mempelajari kitab-kitab filsafat yang duterjemahkan pada masa al-Ma’mun, mereka mempertemukan sistem filsafat dengan sistem Ilmu Kalam dan dijadikan ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakan Ilmu Kalam. Sejak saat itu, diginakanlah penyebutan Ilmu Kalam sebagai ilmu yang berdiri sendiri.



2. Ahmad Amin, mengungkapkan tentang faktor-faktor eksternal. Yang dimaksud dengan faktor ekstern ialah faktor yang datang dari luar islam. Secara garis besar faktor eksternal yaitu, adanya perembesan aqidah agama-agama non Islam dan akibat logis penerjemahan buku-buku filsafat.

a. Kepercayaan non Islam

Meluasnya daerah kekuasaan Islam pada dinasti Umayyah dan masa selanjutnya diikuti pula oleh banyak orang-orang non muslim yang masuk Islam. Tidak semua orang yang masuk Islam itu degan hati ikhlas, tetapi di antaranya ada yang terpaksa ataupun karena motif-motif lain. Di samping itu, mereka yang dahulunya menganut agama-agama selain Islam, ketika keadaan mulai tenang mereka mulai memikirkan dan membahas agamanya yang dahulu serta membandingkannya dengan aqidah Islam.[19]

b. Filsafat

Orang-orang Yahudi dan Kristen berusaha menyerang Islam dengan senjata filsafat, bersamaan dengan itu kaum muslimin terdorong untuk mempelajari dan mempergunakan filsafat di dalam usaha mempertahankan Islam, khususnya bidang aqidah. [20] Akibat logis dari penerjemahan dan mempergunakan buku-buku filsafat yang turut melahirkan Ilmu Kalam sekaligus juga turut membentuk, memberi corak dan warnanya. Ahmad Amin menyimpulkan: “Ilmu Kalam itu merupakan suatu ilmu yang mempunyai corak campuran antara Ilmu Tauhid dengan Filsafat Yunani, namun watak atau kepribadian corak Islam lebih dominan daripada watak filsafat itu sendiri (A. Amin, 1965: 9).[21]


BAB III

PENUTUP


A. Simpulan

Menurut Sahilun, teologi Islam atau ilmu kalam dikenal sebagai ilmu keislaman yang berdiri sendiri, yakni pada masa Khalifah al-Makmun (813-833 M) dari bani Abbasiyah. Sebelum itu pembahasan terhadap kepercayaan Islam disebut al-fiqhu fi al-ddin sebagai lawan dari al-fiqhu fi al-‘ilmi.

Menurut Harun Nasution, kemunculan persoalan kalam dalam Islam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang berujung pada penolakan Mu’awiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Ketegangan antara Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib berujung pada peristiwa perang Shiffin yang menghasilkan keputusan tahkim (arbitrase).

Dari segi faktor internal, Ahmad Hanafi, beliau menjelaskan faktor-faktor tersebut yakni: (1) Al-Qur’an sendiri mengajak kepada tauhid dan kenabian, dan juga golongan-golongan tentang kepercayaan tauhid. (2) Ketika kaum muslim selesai membuka negeri-negeri baru untuk masuk Islam, dan mulai muncul persoalan agama dan berusaha menjawabnya. Dan (3) Persoalan-persoalan politik.

Kemudian Ahmad Hanafi, beliau menjelaskan faktor-faktor dari luar Islam dan kaum Muslimin, yakni: (1) Banyak di antara pemeluk-pemeluk Islam yang mula-mula beragama Yahudi, Masehi, dan lain lain, apalagi sudah menjadi ulama’, kemudian masuk Islam. (2) Golongan Islam yang dulu, terutama golongan Mu’tazilah, memusatkan perhatiannya untuk penyiaran Islam dan membantah alasan-alasan mereka yang memusuhi Islam. Dan (3) Para mutakallimin hendak mengimbangi lawan-lawannya yang menggunakan filsafat, maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsafat, terutama segi Ketuhanan. Ilmu Kalam disebut sebagai ilmu yang berdiri sendiri yaitu pada masa Daulah Bani Abbasiyah di bawah pimpinan khalifah al-Makmun, yang dipelopori oleh dua orang tokoh Islam yaitu Abu Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi.





DAFTAR PUSTAKA



Ahmad Amin. 1965. Dhuha al-Islam, juz III. Kairo: Nahdhat al-Mishriyah.

Ahmad Hanafi. 1974. Theology Islam (Ilmu Kalam). Jakarta: Bulan Bintang.

Farid Wajdi Ibrahim. 2014. Ilmu -Ilmu Ushuluddin Menjawab Problematika Umat. Ar-Raniry: International Journal of Islamic Studies Vol. 1. No.1, Juni 2014.

Fathul Mufid. 2009. Ilmu Tauhid/kalam. Kudus: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri.

Febri Hijroh Mukhlis. Model Penelitian Kalam; Teologi Islam (Ilmu Kalam) Ahmad Hanafi. Ponorogo: Jurnal STAIN Ponorogo.

Halimah Dja’far. 2014. Memahami Teologi Islam (Sejarah dan Perkembangannya). Jurnal NAZHARAT. Vol, XV, N0.1, April 2014.

Harun Nasution. 2012. Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press. cet. 5.

Kementrian Agama Republik Indonesia. 1998. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Semarang: Penerbit Asy-Syifa.

Muhammad Abu Zahrah. 1996. Aliran Politik Dan Aqidah Dalam Islam. Jakarta : Logos Publishing House. 1996. cet.1.

M. Hasby ash-Shiddieqy. 1973. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam. Jakarta: Bulan Bintang.

M. Quraisy Syihab. 2003. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Al- Mizan, cet XIV.

Sahilun A. Nashir. 2012. Pemikiran Kalam (Teologi Islam): Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya. Jakarta: Rajawali Press. cet. 2.

W. Montgomery Watt. 1987. Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam. terj. Umar Basalim. Jakarta: P3M.

. 1961. Muhammad Prophet and Statesman. Oxford University Press.






[1] Farid Wajdi Ibrahim, Ilmu -Ilmu Ushuluddin Menjawab Problematika Umat, (Aceh: Ar-Raniry ( International Journal of Islamic Studies) Vol. 1, No.1, Juni 2014), hal. 41.

[2] M. Quraisy Syihab, Wawasan Al-Qur’an, cet XIV, (Bandung: Al- Mizan, 2003), hal. 15.

[3] Febri Hijroh Mukhlis, Model Penelitian Kalam; Teologi Islam (Ilmu Kalam) Ahmad Hanafi, (Ponorogo: Jurnal STAIN Ponorogo), hal. 141.

[4] Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Penerbit Asy-Syifa, 1998), hal. 258.

[5] Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik Dan Aqidah Dalam Islam, (Jakarta : Logos Publishing House, 1996) , cet.1, hal. 108.

[6] Sahilun A. Nashir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam): Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), Cet. 2, hal. 3.

[7] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 2012), cet. 5, hal. 3.

[8] Definisi tahkim sendiri berdasarkan sudut pandang bahasa adalah bentuk masdar dari “hakkama” yang artinya melantik seseorang menjadi hakim untuk mengadili suatu perkara. Sedangkan menurut istilah, tahkim adalah persetujuan antara kedua pihak yang berselisih untuk menerima keputusan tertentu dalam menyelesaikan perselisihan mereka. Peristiwa tahkim sendiri secara lebih khusus diartikan sebagai persetujuan antara pihak Sayyidina Ali dengan Mu’awiyah yang berselisih dalam menerima keputusan secara adil dalam perselisihan mereka.

[9] W. Montgomery Watt, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam, terj. Umar Basalim, (Jakarta: P3M, 1987), hal.10.

[10] Ibid., hal. 6-7.

[11] Halimah Dja’far, Memahami Teologi Islam (Sejarah dan Perkembangannya), (Jurnal NAZHARAT, Vol, XV, N0.1, April 2014), hal. 110-112.

[12] Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Penerbit Asy-Syifa, 1998), hal. 91.

[13] M. Hasby ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hal. 10.

[14] Ahmad Hanafi, Theology Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hal. 6-10.

[15] Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, juz III, Kairo: Nahdhat al-Mishriyah, Juz III, 1965), hal. 3-4.

[16] W.M. Watt, Muhammad Prophet and Statesman, (Oxford University Press, hal. 1961.

[17] Harun Nasution, teologi Islam (Jakarta:UI-Press, 1986), hal. 3.

[18] Ahmad Hanafi, Theology Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hal. 10-12.

[19] Ahmad Salabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna Zikra, 1959), hal. 163

[20] Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, juz III, Kairo: Nahdhat al-Mishriyah, Juz III, 1965), hal. 8.

[21] Fathul Mufid, Ilmu Tauhid/kalam, (Kudus: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, 2009), hal. 6.




3 komentar:

  1. Linknya gabisa ya?. Mau download,saya mau masukin sumber ini ke daftar pustaka juga soalnya

    BalasHapus
  2. maaf tidaj tersedia untuk mendownloadnya

    BalasHapus
  3. The 8 best casinos in Vegas, NV - Mapyro
    Casino Games · 의왕 출장마사지 Big Santa. $$$ 의왕 출장안마 · Vegas Grand Opening. $$$ · The 제주 출장샵 LINQ Casino · Vegas Fun and 시흥 출장마사지 Fun! 광주광역 출장샵 · Wynn Las Vegas. $$$.

    BalasHapus

Next Posting Lama
Faktor Penyebab Ilmu Tauhid